PersadaPos, Jakarta – Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika), Budi Arie Setiadi, meminta penyelenggara jasa internet segera memutus akses internet judi online (judol) dalam 3×24 jam selama hari kerja.
Pemutusan internet akses judi online yang dimaksud, yakni dari dan ke Kamboja dan Filipina.
Hal itu tercantum dalam surat bernomor B-1678/M.KOMINFO/PI.02.02/06/2024, yang diteken Budi Arie tertanggal 21 Juni lalu.
Budi Arie selaku Ketua Harian Pencegahan Satgas Pemberantasan Perjudian Daring menindaklanjuti hasil rapat Satgas Pemberantasan Perjudian Daring, yang dipimpin Menko Polhukam Hadi Tjahjanto, selaku Ketua Satgas pada 19 Juni 2024 lalu.
Budi meminta, penyelenggara jasa telekomunikasi layanan gerbang akses internet (Network Access Point/NAP) melakukan sejumlah poin.
Pertama, melakukan pemutusan akses jalur komunikasi internet yang diduga digunakan untuk judi online terutama dari dan ke Kamboja dan Davao Filipina dalam waktu paling lambat 3×24 jam (hari kerja) sejak surat ditandatangani.
Kedua, jangka waktu pemutusan akses akan dievaluasi untuk segera dipulihkan apabila situasi telah kondusif.
Ketiga, melaporkan langkah-langkah pemutusan dan hasil pelaksanaannya untuk evaluasi dan tindak lanjut.
Tak Menjamin
Sementara itu dikutip dari kompas.com, pengamat keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya mengatakan, pemutusan akses internet ke Kamboja dan Filipina dapat berdampak terhadap praktik judol (judi online).
Namun, kata Alfons, hal itu tidak memberi jaminan pemberantasan praktik perjudian tersebut.
”Ini tidak akan menjamin hilangnya judi online, tetapi jelas akan menyulitkan pengelola judi online menjalankan aksinya,” katanya kepada wartawan, Senin, 24 Juni 2024.
Alfons menuturkan, pemblokiran akses internet dari dan ke Kamboja-Filipina hanya akan membuat akses internet warga Indonesia terhalang, sehingga tidak bisa mengakses situs judol.
Sayangnya, kata Alfons, teknologi seperti virtual private network (VPN), membuat proxy atau akses internet negara lain tetap bisa diakses warga Indonesia.
Meski begitu, dia menilai, pemutusan akses internet ke Kamboja dan Filipina tetap dapat menyusahkan pengelola judol, asal dilakukan dengan cermat dan sesuai target.
”Dampaknya pasti pengkases server judi online tersebut akan menurun secara signifikan, karena umumnya pengakses judi online adalah masyarakat kecil yang literasi digitalnya relatif rendah dan kurang paham soal VPN proxy dan sejenisnya,” tuturnya.
Alfons menekankan, Kominfo seharusnya memberantas judol dengan melakukan pemblokiran terhadap server judi tersebut, bukan hanya menghalangi akses internet dari warga.
Dia menyebutkan, perlu dibuat metode akses server judi online yang lebih canggih, sehingga bisa mengidentifikasi transaksi yang berhubungan dengan judol dan memblokirnya.
Sebaliknya, jelas Alfons, kalau akses internet yang diblokir, tindakan ini justru membuat banyak orang marah, sebab akses internet tidak hanya untuk judol.
Selain itu, Alfons menyarankan, Kominfo untuk bisa mengidentifikasi nomor WhatsApp pengakses judol, kemudian bisa diberikan ke polisi untuk dilacak dan ditindak.
”Harusnya yang diblokir itu server judi online-nya jadi bukan iklan judi online-nya itu kan tinggal dibuat tiap kali diblokir,” imbuh Alfons.
Tidak Tepat Sasaran
Pakar keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSRec), Pratama Persada, menilai, upaya pemberantasan judi online selama ini belum berhasil karena tidak tepat sasaran.
Pasalnya, kata dia, Kominfo selama ini hanya memblokir landing page dari laman judi online.
”Di mana situs tersebut hanya dipergunakan untuk informasi terkait promosi, metode, serta informasi rekening untuk melakukan deposit serta withdrawal (penarikan),” jelasnya secara terpisah.
Pratama menuturkan, Kominfo memang memblokir situs yang dipergunakan untuk melakukan aktivitas judi online, namun server situs judi itu sebenarnya tidak berada pada landing page.
Menurutnya, Kominfo seharusnya melacak IP Address server situs judi online tersebut dan memblokirnya.
”Dari hasil penelusuran CISSReC, satu server permainan judi online terhubung sampai 500 landing page yang berbeda,” ungkap dia.
Temuan ini membuktikan, landing page, operator, dan situs judi online yang berbeda dapat beredar menggunakan server permainan yang sama. Server inilah yang seharusnya diblokir pemerintah.
Pratama menambahkan, Kominfo dapat bekerja sama dengan Interpol untuk menyita fisik server milik bandar judi online.
Upaya ini, dinilai Pratama, dapat menghentikan praktik judol, meski bandarnya bisa menyiapkan server baru dalam waktu cukup lama.
Ia mengatakan, dengan melakukan pemblokiran IP Address dari server atau penyitaan fisik server, jaringan permainan judol akan sering terputus saat digunakan.
”Judi online yang sedang berlangsung berhenti dan diharapkan dapat mengurangi kenyamanan bermain sehingga bisa mengurangi minat para penjudi online untuk bermain kembali,” pungkas Pratama Persada. (pras)