Ahmad Luthfi dampingi Nusron Wahid pada pencanangan Gemapatas di Purworejo, Kamis, 7 Agustus 2025. (Foto:Dok)
PersadaPos, Purworejo – Pemerintah kembali menggencarkan langkah percepatan tertib administrasi pertanahan melalui pencanangan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (Gemapatas) Tahun 2025.
Dalam program itu, Jawa Tengah didapuk sebagai lokus utama pelaksanaan, dengan pusat kegiatan di Lapangan Desa Candingasingan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo, Kamis, 7 Agustus 2025.
Kegiatan ini dilakukan secara serentak di 23 kabupaten/kota pada delapan provinsi lainnya, yaitu Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat. Seluruh daerah tersebut merupakan bagian dari Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) 2025.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengatakan, Gemapatas bukan sekadar kegiatan simbolik, melainkan bagian penting dari reformasi agraria dan pembenahan administrasi pertanahan nasional.
Dari total 190 juta bidang tanah di Indonesia, masih banyak bidang yang belum disertifikatkan. Banyak di antaranya terhambat akibat persoalan batas bidang tanah yang tidak jelas.
“Zaman dulu batas tanah hanya mengandalkan pohon, parit, atau jembatan. Sekarang sudah waktunya menggunakan patok yang jelas, permanen, dan tahan lama. Ini demi kepastian hukum. Lewat Gemapatas, mari kita pasang patok, anti cekcok, anti caplok,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pemutakhiran data atas sertifikat lama (KW-456) yang diterbitkan antara tahun 1960 hingga 1997 tanpa peta kadastral.
Dalam kesempatan itu, Ia juga meminta kepala desa dan camat aktif menyosialisasikan kepada masyarakat untuk melakukan pembaruan data ke kantor pertanahan, tanpa pungutan biaya.
“Satu bidang tanah hanya boleh dimiliki satu subjek hukum. Jangan sampai satu objek dimiliki oleh dua orang karena kelalaian administratif,” tambahnya.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menyambut baik pencanangan Gemapatas ini. Ia menekankan persoalan pertanahan bukan semata teknis, tetapi menyangkut kepastian hukum, stabilitas sosial, dan keberlanjutan pembangunan.
Menurutnya, adanya konflik horizontal, mafia tanah, hingga duplikasi kepemilikan akibat batas yang tidak jelas.
“Di kampung-kampung kita masih sering temui batas tanah hanya ditandai dengan grumbul, jembatan, atau parit. Lebih parah lagi, tanahnya tidak dirawat, saksi-saksi yang dulu mengetahui batasnya pun sudah tidak ada. Ketika muncul warkah atau transaksi tanah, konflik pun tak terhindarkan,” ujarnya.
Luthfi menegaskan Pemprov Jateng siap mendukung penuh program ini. Sebab, menjadi gerakan nyata untuk mendorong masyarakat mengamankan asetnya.
“Kami akan menggerakkan seluruh bupati dan wali kota se-Jateng agar kampanye ini benar-benar menyentuh hingga ke level desa,” jelasnya.
Salah seorang warga Candingasinan Purworejo, Sri Muwarti mengaku menyambut postif kegiatan ini, supaya tidak terjadi masalah mengenai batas tanah.
“Harapannya ke depan tidak ada masalah mengenai batas tanah atau pekarangan atau sawah. Masyarakat tenang dan tidak ribut,” kata dia.
Sebagai informasi, Gemapatas memiliki tiga tujuan utama, yakni meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memasang dan menjaga tanda batas tanah, meminimalisir konflik dengan tetangga yang berbatasan langsung, serta mengamankan aset melalui kepastian status kepemilikan tanah.
Sesuai Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 16 Tahun 2021, pemasangan patok adalah salah satu syarat dalam proses pendaftaran sertifikat tanah. Oleh sebab itu, kegiatan ini juga menjadi sarana edukasi kepada masyarakat agar aktif menjaga dan menandai batas tanah miliknya. (Lind)