Ketua PWI Pusat Hendry Ch Bangun foto bersama dengan tamu undangan seusai membuka SJI di Semarang, Selasa, 25 Juni 2024. (Foto:Dok)
PersadaPos, Semarang – Belakangan ini daya kritis wartawan terhadap realitas di lingkungan sekitar sudah menjadi hal yang langka. Ada kecenderungan wartawan hanya mengikuti apa kata WA Grup. Maka dari itu, dengan adanya Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) diharapkan membentuk wartawan yang tak hanya mahir menulis, tapi juga kemampuan berpikir kritis saat merespons apa yang terjadi di masyarakat.
Hal itu disampaikan Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun saat membuka SJI kerja sama PWI – Kemendikbudristek di hotel New Puri Garden Semarang, Selasa 25 Junin 2024.
Pembukaan SJI dihadiri Kabid Pembinaan Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Sunarto mewakili Pj Gubernur Jateng, Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS bersama pengurus harian, Ketua DKP PWI Jateng Sri Mulyadi, Rektor Unwahas Prof Dr H Mudzakkir Ali MA, Dekan FH Unissula Dr H Jawade Hafidz SH MH, perwakilan rektor USM, Unika Soegijapranata, dan UIN Walisongo.
”SJI ini tidak main-main. Kita lagi hal yang bersifat elementer, tapi mengajak untuk berpikir global. Mendorong wartawan untuk bersikap kritis terhadap lingkungan. Wartawan jangan main hape ketika nganggur, tapi lebih banyak ngobrol dengan orang-orang di sekitarnya,” kata wartawan senior tersebut.
Hendry Bangun juga berharap SJI membuka wawasaan kebangsaan wartawan. Dia yakin jika wartawan memiliki kebangsaan seperti para tokoh wartawan pendahulu seperti BM Diah, maka dalam melakukan tugas jurnalistik orientasinya bagaimana menjaga keutuhan dan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia.
”Kita kadang lupa akan spirit kebangsaan. Ketika atlet nasional hanya meraih perak dalam kompetisi olahraga, disebutnya gagal. Perak dianggapnya aib. Tapi media di Singapura, atletnya meraih juara ketiga saja ditulis besar. Di sini kita didorong untuk menggunakan frame kebangsaan dalam bekerja,” tambah mantan Ketua Siwo PWI Pusat itu.
Ada dua hal yang dia titipkan untuk peserta SJI, yaitu mendapatkan peluang dan menguasai platform digital, serta menjaga kualitas karya jurnalistik. Menurutnya, jurnalisme yang mampu bertahan dalam kondisi apapun adalah jurnalisme yang berkualitas.
Hadapi Kecerdasan Buatan
Sementara itu, Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana dalam sambutan tertulisnya yang disampaikan Kabid Pembinaan Pendidikan Khusus Disdikbud Jateng Sunarto berharap, melalui SJI ini, peserta bisa mampu beradaptasi menghadapi era kecerdasan buatan (artificial intelligence).
”Harapannya SJI juga meningkatkan semangat independensi, menambah daya kritis, dan multitasking di tengah perkembangan teknologi,” katanya.
Kabid Pendidikan PWI Pusat Mohammad Nasir menjelaskan, bahwa SJI yang digelar dengan kepanitiaan PWI Jateng sebagai tuan rumah ini bertujuan menanamkan jiwa kritis, kebangsaan, serta meningkatkan integritas dan multitasking pada wartawan muda. Dia menyebut, SJI akan berjalan secara estafet ke sejumlah provinsi di Indonesia.
Nasir juga mengapresiasi PWI Jateng yang secara berkesinambungan menggandeng sejumlah perguruan tinggi di Kota Semarang untuk mendidik mahasiswa untuk mengenalkan ilmu jurnalistik melalui sekolah jurnalistik.
Sementara itu, Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS mengatakan, SJI hadir di tengah tantangan dan kemelut profesi yang terjadi sekarang. Dosen jurnalistik itu lalu mencontohkan peristiswa yang menyangkut kemelut profesi seperti oknum wartawan yang mengaku membekingi CPO Ilegal di Dumai, oknum wartawan yang titip siswa di PPDB Semarang dengan ancaman; serta kisah wartawan yang diduga memeras sejumlah perangkat desa.
”Betapa penting SJI, karena bisa menjawab kemelut profesi setiap saat terjadi di sekieliling kita. SJI akan akan mendiagnosis tak hanya persoalan teknis, tapi juga persoalan etis, meningkatkan wawasan, integritas. Sehingga kinerja wartawan bisa dipertanggungjawabkan secara teknik dan etik,” tandasnya.
Sementara itu, hari pertama SJI pada Selasa (25/6) menghadirkan pengajar Hendry Ch Bangun yang mendidik tentang Wawasan Kebangsaan dalam Jurnalistik, selanjutnya Marah Sakti Siregar (Filosofi Wartawan), dan Ahmed Kurnia (Teknik Wawancara). (Lind)