PersadaPos, Semarang – Ribuan warga menonton kemeriahan tradisi Sedekah Laut Larung Sesaji yang diikuti 500 kapal di Tambak Lorok, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Minggu 2 Juni 2024.
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu bersama jajaran Forkopimda mengikuti prosesi larung sesaji, berupa kepala kerbau dan aneka makanan tradisional yang dilarung hingga ke tengah laut.
”Saya merasa sangat bangga, dan mengapresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh masyarakat nelayan Tambak Lorok, yang tetap menjaga kelestarian tradisi Sedekah Laut Larung Sesaji.
Tradisi ini merupakan wujud kearifan lokal yang harus kita pelihara bersama,” kata Mbak Ita, sapaan akrab Wali Kota Semarang, dalam sambutannya sebelum acara.
Menurut Mbak Ita, sedekah laut ini tidak hanya sebagai bentuk rasa syukur atas hasil laut yang selama ini telah menjadi sumber penghasilan para nelayan.
Namun, katanya lagi, juga sebagai ungkapan permohonan kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan keberkahan, keselamatan, dan kelancaran dalam melaut.
”Para nelayan, sebagai garda terdepan dalam menjaga dan memanfaatkan sumber daya laut, tentunya memiliki peran yang sangat penting.
Melalui tradisi Sedekah Laut Larung Sesaji ini, kita diingatkan untuk selalu menjaga kelestarian ekosistem laut dan alam,” paparnya.
Ia mengatakan, saat prosesi larung sesaji, ada ribuan masyarakat dan nelayan yang ikut memeriahkan acara, bahkan lebih dari 500 kapal yang terlibat dalam prosesi ini.
”Ini menjadi salah satu cara nguri-uri budaya, menghormati leluhur kita, melalui kegiatan tradisional seperti ini.
Ini merupakan momentum untuk semakin meningkatkan rasa syukur, kepedulian, dan tanggung jawab kita bersama terhadap kelestarian laut,” kata dia.
Harapannya, lanjut Mbak Ita, nelayan bisa diberi keselamatan saat melaut, mendapat ikan yang melimpah dan diberi kesejahteraan.
Dia menjelaskan, Sedekah Laut Larung Sesaji bisa menjadi salah satu agenda yang masuk dalam kalender event Pemerintah Kota Semarang.
”Ini bisa jadi event tahunan, dan jadi destinasi wisata baru, Sedekah Laut Larung Sesaji,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Mbak Ita sekaligus memonitor kapal-kapal para nelayan yang masih menggunakan bahan bakar solar.
Menurutnya, dengan bahan bakar tersebut menghasilkan asap pekat yang hitam, dan tentu akan jadi polusi udara.
Mbak Ita menyebut, akan serius mengembangkan hasil riset Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), yang menghasilkan bahan bakar setara solar bernama petasol.
Petasol, katanya, merupakan BBM hasil olahan sampah plastik yang melalui Teknologi Faspol 5.0 mesin fast pyrolosis.
Harapannya, lanjutnya lagi, bahan bakar ini bisa digunakan para nelayan sebagai bahan bakar pengganti solar.
”Nantinya, kami implementasikan BBM solar hasil riset dari BRIN, sehingga nanti masyarakat juga akan terbantu.
Petasol ramah lingkungan dari sampah plastik yang diolah menjadi bahan bakar minyak untuk kapal nelayan,” kata Mbak Ita.
Sementara itu, Ketua panitia sedekah laut, Suwartono mengatakan, kegiatan ini memang sempat berhenti selama empat tahun karena pandemi.
”Alhamdulillah bisa berjalan lagi, meskipun hasil swadaya masyarakat dan nelayan. Tahun sebelumnya hanya sekadar selametan saja. Ini merupakan bentuk nguri-uri budaya,” kata Suwartono.
Ia menjelakan, dalam proses sedekah laut, kepala kerbau dilarung bersama sesaji dan makanan tradisional, yang sebelumnya telah dilakukan doa bersama oleh para nelayan dan masyarakat Tambaklorok.
”Ada 500 perahu yang ikut. Harapannya kami semua khususnya nelayan bisa mendapatkan tangkapan yang berlimpah di laut, mudah-mudahan tidak ada halangan apapun,” imbuhnya.
Suwartono berharap, kegiatan Sedekah Laut Larung Sesaji ini bisa menjadi agenda rutin Pemerintah Kota Semarang, sehingga bisa dianggarkan dalam APBD. (pras)