PersadaPos, Jakarta – MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengajak seluruh umat Islam tidak membesar-besarkan perbedaan awal Ramadan 1445 Hijriah.
Seperti diketahui, Muhammadiyah telah memulai puasa Ramadan pada Senin hari ini, 11 Maret 2024, sedangkan Pemerintah menetapkan pada Selasa, 12 Maret 2024.
”Marilah kita sama-sama saling menghormati akan perbedaan itu. Oleh sebab itu, maka kita harus saling menghargai, menghormati, dan tidak membesar-besarkan masalah ini,” kata Ketua MUI Abdullah Jaidi, usai sidang Isbat penentuan awal Ramadan dikutip dari kanal YouTube Kemenag pada Senin, 11 Maret 2024.
Di kesempatan itu, Jaidi mengajak umat Islam memanfaatkan Ramadan, dengan meningkatkan kesalehannya dengan beribadah puasa, salat malam, serta bersedekah dan saling tolong-menolong dalam kebaikan.
Jaidi juga mengajak umat Islam untuk menjaga ukhuwah Islamiyah, dengan melangkah bersama membangun Indonesia menuju Indonesia Emas 2045 usai Pemilu 2024 ini.
Sementara itu terpisah, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan hasil sidang isbat penentuan 1 Ramadan 1445 Hijriah, yang jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024.
Gus Yaqut, sapaan akrab Yuqut Cholil Qoumas, mengatakan, ketinggian hilal seluruh wilayah Indonesia berada di antara -0 derajat 20,2 menit 0 derajat 52,09 menit. Sedangkan sudut elongasi di antara 2 derajat 14,78 menit hingga 2 derajat 41,84 menit.
Berdasarkan hisab posisi hilal di beberapa di Indonesia sudah diatas ufuk dan tidak memenuhi kriteria MABIMS baru serta ketiadaan laporan melihat hilal.
”Sidang isbat secara mufakat menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa 12 Maret 2024,” jelasnya, Minggu, 10 Maret 2024.
Gus Yaqut mengimbau, umat Islam untuk menjadikan Ramadan sebagai momen introspeksi diri dan kembali bersatu usai perbedaan dalam kontestasi politik.
”Mari kita jadikan Bulan Suci Ramadhan untuk instrospeksi diri dan bergandengan tangan pascakontestasi politik,” ujarnya.
Ia juga mengajak seluruh umat Islam di Indonesia menjunjung tinggi toleransi, sehingga tercipta suasana yang aman dan kondusif. Meski terjadi perbedaan awal puasa, hal itu tidaklah memecah belah bangsa.
”Mari kita saling mencari titik temu, yang sama tidak perlu dibeda-bedakan, yang beda tidak perlu dipersalahkan,” jelasnya. (pras)