Teguh Fitrianto Widodo, SH
PersadaPos, Depok – Penasehat Hukum ZMD (terlapor kasus pengeroyokan terhadap pelapor Untung Haryanto) Teguh Fitrianto Widodo, SH menilai, pasal 170 KUHP yang diterapkan terhadap kliennya terkesan dipaksakan. Polres Metro Depok seakan-akan bernafsu untuk memenjarakan terlapor.
Sungguh, kata Teguh, nalar kami tidak bisa menerima sikap yang diambil oleh pihak kepolisian ini. Seseorang ( hanya satu orang) menampar pihak lain sebanyak sekali tamparan, kok bisa disangkakan sebagai pengeroyokan.
Setahu kami, lanjut Teguh, unsur pengeroyokan itu, ya pelaku harus lebih dari satu orang. Lha kena tampar satu kali, apa mungkin dilakukan lebih dari satu orang? Kata Teguh bernada tanya, keheranan.
“Faktanya, Untung hanya ditampar sekali saja oleh terlapor. Tidak ada orang lain lagi yang melakukan pemukulan atau penyiksaan terhadapnya pada saat kejadian itu. Apa iya itu bisa dikategorikan pengroyokan?” ujar Teguh.
Keyakinan Teguh ini didasari fakta-fakta yang muncul dari keterangan-keterangan saksi-saksi kepada penyidik dan didukung bukti-bukti yang diperoleh.
“Jadi setelah kami telaah sesuai kaidah analisis hukum yang kami lakukan bahwa tidak ada pengeroyokan dan dengan demikian sangat naif jika diterapkan sangkaan pasal 170 KUHP,” ujar Teguh berharap pihak penyidik mempertimbangkan pasal-pasal yang diterapkan.
Teguh yang pada kesempatan itu didampingi Denny Mulder justru sedang mempertimbangkan untuk melaporkan balik Untung karena layak diduga telah melakukan pembohongan dan fitnah terhadap kliennya.
Penasehat Hukum dari Lembaga Peduli Hukum Indonesia (LPHI) DPD Jabar itu menduga, ada pihak yang ingin kliennya masuk bui.
“Kesan itu sangat terasa. Apalagi, selain pasal 170 KUHP sangkaan pada klien kami ini masih dilapisi pasal 351 KUHP,” urainya.
Ini artinya apa?, tanya Teguh yang dijawab sendiri, bahwa pelapisan seperti itu mengindikasikan pihak pelapor dan penyidik ragu.
“Jika fakta di tempat kejadian perkara mengarah pada pengeroyokan, semestinya pihak pelapor dan penyidik percaya diri mendakwa terlapor dengan pasal 170 itu, yaitu pengeroyokan,”ungkapnya.
Dia mengatakan, pengeroyokan seperti diatur dalam pasal 170 dan penganiayaan sebagaimana dimaksud pasal 351 itu sesungguhnya dua kondisi yang berbeda.
“Pasal 170 dilakukan lebih dari satu orang, sedangkan pasal 351 pelaku hanya seorang,” urainya.
Seandainya, lanjut Teguh, penyidik menyangkakan pasal 351 dan/atau pasal 352, masih bisa diterima nalar sehatnya.
“Karena ada kesamaan unsur dalam kedua pasal tersebut, sama-sama dilakukan satu orang,” jelasnya.
Penerapan kedua pasal tersebut dikatakan Teguh sebagai jaring untuk menangkap dan memenjarakan terlapor. “Seakan-akan, terlapor harus dijerat dengan hukuman berat. Padahal perbuatannya, jika terbukti, tidaklah layak diganjar hukuman seberat itu,”tegasnya.
Dia menduga, kasus ini bye disain. Layak diduga, ada sekenario untuk memenjarakan terlapor.
“Ada kemungkinan, terlapor dijebak, dipancing agar emosinya tersulut dan melakukan tindak kekerasan, agar bisa dipidanakan,”tuturnya.
Mengingat semua itu, tambah Teguh, pihak PH sepakat, jika terus dipaksakan penerapan dua pasal tersebut, maka pihaknya akan melakukan perlawanan hukum.
“Sikap PH ini juga disetujui LPHI, sebagai lembaga yang menaungi kami,” tegasnya.
Akan tetapi, jika sangkaan itu berdasarkan pasal 352, dirinya menganggap wajar dan paling mendekati perkara yang dialami kliennya itu. “Dan itupun nanti perlu dan harus dibuktikan,” katanya, menjawab pertanyaan wartawan pasal berapa yang semestinya disangkakan dalam kasus ini. (Lind)