PersadaPos, Kudus – Para pengungsi dampak banjir di Kabupaten Kudus, yang hingga kini telah sepekan berada di tempat pengungsian, mulai terserang berbagai penyakit.
Kondisi ini seperti dialami seratusan warga Desa Payaman, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, terdiri dari wanita dan anak-anak yang mengungsi di aula Balai Desa Payaman sejak Minggu, 17 Maret 2024.
Dokter Puskesmas Jepang, Arimbi Sekar Cendana mengatakan, warga kebanyakan mulai diserang berbagai penyakit seperti demam dan gatal-gatal, bahkan ada beberapa warga lansia yang sampai dirujuk ke puskesmas.
”Ini banjirnya mulai Minggu (17 Maret 2024) sudah sekitar enam hari. Penyakit yang dialami pengungsi kalau gatal-gatal, demam, cukup dikasih obat,” jelas Arimbi kepada wartawan di lokasi, Sabtu, 23 Maret 2024.
Ia mengungkapkan, kalau warga yang sakit perlu penanganan khusus, seperti yang dialami para lansia, dirujuk ke puskesmas terdekat. ”Sudah ada yang dirujuk ke rumah sakit,” imbuhnya.
Sementara itu Kepala Desa Payaman, Nurhadi menjelaskan, ada 141 jiwa warganya yang bertahan di pengungsian balai desa.
Menurutnya, untuk kebutuhan logistik tercukupi sampai empat hari ke depan, apalagi ada sejumlah donatur yang berdatangan memberikan bantuan kepada warga.
”Sebanyak 141 dari 55 KK, yang semua dari Dukuh Karanganyar Desa Payaman, Alhamdulillah sampai saat ini kebutuhan logistik masih aman,” terang Nurhadi di lokasi.
Ia melanjutkan, banjir perlahan berangsur surut, namun warga disarankan bertahan di pengungsian.
Sebelumnya, kata Nurhadi, ketinggian genangan banjir sempat mencapai 80 sentimeter.
”Kalau dari hari Sabtu (16 Maret 2023) banjir sudah surut signifikan. Sewaktu evakuasi warga genanagan banjir 80 sentimeter, sekarang sudah 59 sentimeter,” jelasnya.
Nurhadi memperikirakan, banjir surut sepenuhnya kemungkinan sekitar 4-5 hari, karena upaya penyedotan sulit dilakukan, mengingat wilayah Karangarnya Payaman adalah wilayah cekungan.
”Solusinya hanya menunggu genangan air surut. Tapi para pengungsi penginnya pulang. Ini tadi mereka ingin pulang, walaupun rumahnya masih terendam banjir,” ungkap Nurhadi.
”Kalau upaya penyedotan, kami ditawari oleh BBWS. Tapi kayaknya tidak mungkin kalau disedot dibuang ke Sungai Jaratun, seperti aquarium muter lagi,” tambahnya.
Dia berharap, pemerintah daerah untuk mengusulkan normalisasi di Sungai Jaratun. Normalisasi sungai itu harga mati untuk mengurangi banjir tahunan di Payaman Kudus.
”Kalau dari teman-teman kepala desa se-Mejobo, menghendaki normalisasi Sungai Jaratun. Itu harga mati, kalau tidak dinormalisasi setiap tahun agenda rutin seperti ini,” jelas Nurhadi.
Ia mengatakan, pada tahun 2023 lalu pihaknya dapat surat dari rencana 2024 Sungai Jaratun akan dikeruk. ”Tapi kita lihat saja realisasinya,” jelasnya. (pras)