Nana Sudjana mengingatkan potensi provokasi yang biasanya muncul melalui medsos. (Foto:Dok)
PersadaPos, Semarang – Pemerintah provinsi Jateng melakukan berbagai upaya untuk menciptakan penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 agar berjalan secara kondusif.
Kepala Biro Pemerintahan, Otonomi, dan Kerja Sama Setda Provinsi Jateng, Muhamad Masrofi mengatakan, upaya untuk menciptakan kondusivitas selama Pilkada serentak sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari. Mulai dari penguatan forum-forum kemitraan, pelibatan tokoh agama dan masyarakat, stakeholder, media massa, dan jejaring sosial guna konsolidasi pencegahan potensi kerawanan.
“Nanti Pemprov juga akan membuat Posko Desk Pilkada di kompleks Kantor Gubernur,” kata Masrofi saat rapat dengan Pj Gubernur Jateng, Nana Sudjana di gedung B kantor Setda Jateng pada Jumat, 1 November 2024.
Melalui desk pilkada ini, lanjut dia, akan dilakukan pemantauan dan pelaporan perkembangan pilkada di 35 kabupaten/kota di Jateng.
Dalam kesempatan itu, Nana Sudjana kembali menandaskan kepada seluruh aparatur sipil negara (ASN), kepala desa, perangkat desa, dan petugas perlindungan masyarakat untuk tetap netral dalam Pilkada.
Seruan untuk bersikap netral sudah disampaikan di berbagai kesempatan. Baik dalam forum-forum dialog maupun dalam surat edaran.
Nana mengatakan, pemungutan suara Pilkada Serentak akan digelar pada 27 November 2024. Dengan semakin dekatnya waktu penyelenggaraan, intensitas dan kerawanan juga berpotensi meningkat.
Oleh karenanya, fungsi pemantauan dari Pemprov Jateng melalui Desk Pilkada harus benar-benar dilakukan dengan baik. Seperti pada pemilu 2024 lalu, Pemprov Jateng juga sudah mengeluarkan instruksi kepada kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk ikut memantau perkembangan pilkada di 35 kabupaten/kota.
“Ketahui perkembangan dari masing-masing kabupaten/kota. Waktunya sudah semakin mendekati. Kita harus memberikan arahan dan ikut menciptakan suasana yang kondusif,” katanya.
Nana juga meminta agar Dinas Kominfo Jateng bersama instansi terkait lainnya untuk ikut aktif dalam memantau perkembangan di media sosial. Sebab, potensi provokasi biasanya muncul melalui media sosial; seperti hoaks, hate speech, dan lainnya.
“Kita harus bisa memberikan pencerahan dan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah terprovokasi,” kata Nana. (Lind)