PersadaPos, Demak – Trah Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak, menggelar tradisi ancakan pada malam menjelang Idul Adha 1445 H, Minggu malam, 16 Juni 2024.
Tradisi ancakan yang digelar di halaman Gedung Pangeran Widjil V pun diikuti ribuan warga. Mereka berharap, mendapatkan bagian dari sajian dalam ancakan itu, untuk mendapatkan barokah.
Dikutip dari Kompas.com, ancakan atau bancakan merupakan bentuk tasyakuran ahli waris Sunan Kalijaga, sebelum pembersihan atau penjamasan pusaka Sunan Kalijaga pada esok hari usai shalat Idul Adha.
Dalam tradisi ini, nasi ancak terdiri dari nasi dan sayur kacang panjang, daun mengkudu yang dimasak urap, ikan asin, hingga lauk-pauk pendukung lainnya.
Sedangkan alas nasi ancak, berupa anyaman bambu berukuran 45 sentimeter yang disusun berbentuk segi empat, dengan tiap ujungnya saling bersinggungan. Di atas anyaman itu, terdapat daun jati.
Sebelum ancakan dimulai, orang dari berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara, berjubel menunggu doa selesai. Lalu, mereka menunggu ditabuhnya gong sebagai pertanda dipersilakannya mengambil nasi ancak.
Tak butuh waktu lama, bahkan tidak lebih dari satu menit, ratusan nasi ancak sudah ludes menjadi rebutan warga yang hadir dalam ancakan.
Mereka rela berdesak-desakan, demi mendapatkan nasi tersebut karena dipercaya membawa berkah.
Setidaknya, ada 400 porsi nasi ancak yang dibuat oleh trah Sunan Kalijaga. Dari sejumlah itu, sebanyak 300-an untuk masyarakat, dan sisanya untuk keluarga besar ahli waris.
Warga setempat, Suhartati (52), mengaku setiap tahun mengikuti ancakan untuk mendapatkan nasi dan alasnya meskipun harus berebut dengan warga lainnya.
Kali ini, ia mendapatkan sedikit nasi, daun jati, dan beberapa bilah bambu yang akan dibawa pulang. Sedangkan alasnya akan ditaruh di sawah.
”Tradisi dari Sunan Kalijaga, ancakan katanya itu buat slametan kalau di sawah supaya tanaman tak dimakan hama,” terang Suharti, yang napasnya masih ngos-ngosan usi berebut ancakan.
Ketua Lembaga Adat Kadilangu, R Agus Kriyanto mengatakan, ancakan sudah berlangsung ratusan tahun, yang diwariskan turun temurun sebelum penjamasan pusaka Keris Kyai Carubuk dan Kotang Ontokusumo, peninggalan Sunan Kalijaga.
Menurut Agus, masyarakat berebut ancakan untuk mendapatkan seluruh bagian ancakan, karena dipercaya membawa berkah.
Ia mencontohkan, pada bagian daun jati ini masyarakat percaya, apabila dijadikan pupuk akan menyuburkan tanaman di sawah maupun ladang.
”Pada kenyataannya pengunjung ini punya keyakinan untuk syarat-syarat kesuburan tanaman dan sebagainya,” jelasnya.
Juru Kunci Makam Sunan Kalijaga, Raden Edy Mursalin menambahkan, nasi ancak adalah pasugoto, atau suguhan shodaqoh untuk para tamu.
Sementara alas nasi ancak yang berupa bambu dan daun jati, mengisyaratkan untuk prihatin dalam artian yang luas dengan ilmu sejati.
”Makanya ada daun jati sebagai alasnya, ilmu sejati itu ya Al-Qur’an dan hadis,” jelas Edy.
Menurut dia, anyaman bambu berbentuk segi empat anyaman lima susun, mengingatkan salat lima waktu sebagai kewajiban umat muslim.
Pada bagian anyaman, katanya, bilah bambu ukuran 45 cm ini disusun saling bersinggungan setiap ujungnya menyisakan 2,5 cm, yang melambangkan besaran zakat fitrah.
Lalu, katanya lagi, sisanya 40 cm sebagai angka usia Nabi Muhammad SAW ketika diangkat menjadi Rasul.
”40 sentimeter ini melambangkan usia, bahwa Kanjeng Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul,” terangnya.
Usai ancakan, rombongan keluarga besar ahli waris iring-iringan menuju Makam Sunan Kalijaga untuk berdoa di cungkup. (pras)